Misteri Seputar Peringkat Korupsi Indonesia
Peringkat Indonesia dari peringkat 100 menjadi 118
Tiga hari menjelang Hari Anti Korupsi se-Dunia yang diperingati setiap 9
Desember, Transparency International yang berbasis di Berlin,
menempatkan Indonesia diperingkat 118 dari 176 negara dengan skor 32
dari nilai sempurna 100. Nilai Indonesia sejajar dengan Mesir, Republik
Dominika, Ekuador, dan Madagaskar.
Nilai yang kita raih menunjukkan negara ini belum lulus dalam aksi
pemeberantasan suap dan korupsi serta tergolong jelek dalam melayani
publik. Kendatipun Transparency International menggunakan metode
pengukuran baru, turunnya peringkat Indonesia dari peringkat 100 menjadi
118, menunjukkan belum ada perbaikan yang berarti.
Timbul pertanyaan, bukankah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama
Kejaksaan Republik Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia sudah
bekerja keras mengungkap banyak kasus korupsi? Bahkan, pemerintah pun
diberitakan sudah menjalankan reformasi birokrasi? Mengapa tidak ada
perbaikan peringkat kita?
Para analis dan pakar tentu akan menjawab, banyak kasus yang terungkap
menunjukkan betapa korupsi sudah mengakar di berbagai lapisan. Kejahatan
kerah putih di Indonesia seperti puncak gunung es. Berbagai dugaan
kasus korpsi dengan nilai yang sangat besar mengindikasikan lebih banyak
lagi kasus korupsi atau suap kecil-kecilan yang tidak terjamah
tangan-tangan hukum.
Sejumlah kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi negara bahkan belum
tuntas ditangani. Seperti kasus dugaan koorupsi dana talangan Bank
Century senilai Rp 6,7 trilyun atau dugaan korupsi proyek pembangunan
kompleks olah raga terpadu di Hambalang senilai RP 2,5 trilyun.
Alternatif jawaban lain yang lebih masuk logika, karena indeks tersebut
disusun berdasarkan survei terhadap responden terutama dari kalangan
pelaku-pelaku bisnis, analis, dan pakar suatu negara. Ketika pelaku
bisnis mengalami langsung sulitnya mengurus perizinan tanpa uang, maka
persepsi mereka akan kian menguatkan buruknya pelayanan publik selama
ini.
Transparency International memberikan pekerjaan rumah yang harus segera
diselesaikan, bukan dengan duduk berdiskusi, tetapi dalam wujud nyata
berupa kesepakatan untuk tidak korupsi atau suap. Menanamkan kembali
nilai-nilai kejujuran dan kebersihan hati kepada generasi mendatang di
tiap keluarga. Pemerintah juga harus bertanggung jawab secara transfaran
atas belanja anggaran selain meningkatkan layanan publik menjadi lebih
akuntabel. Terpenting dari semua itu, ungkap kasus korupsi dan tuntaskan
agar tidak ada kasus yang menjadi beban sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar