Selasa, 11 Desember 2012

Korupsi

Misteri Seputar Peringkat Korupsi Indonesia

 Peringkat Indonesia dari peringkat 100 menjadi 118


Tiga hari menjelang Hari Anti Korupsi se-Dunia yang diperingati setiap 9 Desember, Transparency International yang berbasis di Berlin, menempatkan Indonesia diperingkat 118 dari 176 negara dengan skor 32 dari nilai sempurna 100. Nilai Indonesia sejajar dengan Mesir, Republik Dominika, Ekuador, dan Madagaskar. 

Nilai yang kita raih menunjukkan negara ini belum lulus dalam aksi pemeberantasan suap dan korupsi serta tergolong jelek dalam melayani publik. Kendatipun Transparency International menggunakan metode pengukuran baru, turunnya peringkat Indonesia dari peringkat 100 menjadi 118, menunjukkan belum ada perbaikan yang berarti. 

Timbul pertanyaan, bukankah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kejaksaan Republik Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia sudah bekerja keras mengungkap banyak kasus korupsi? Bahkan, pemerintah pun diberitakan sudah menjalankan reformasi birokrasi? Mengapa tidak ada perbaikan peringkat kita? 

Para analis dan pakar tentu akan menjawab, banyak kasus yang terungkap menunjukkan betapa korupsi sudah mengakar di berbagai lapisan. Kejahatan kerah putih di Indonesia seperti puncak gunung es. Berbagai dugaan kasus korpsi dengan nilai yang sangat besar mengindikasikan lebih banyak lagi kasus korupsi atau suap kecil-kecilan yang tidak terjamah tangan-tangan hukum. 

Sejumlah kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi negara bahkan belum tuntas ditangani. Seperti kasus dugaan koorupsi dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 trilyun atau dugaan korupsi proyek pembangunan kompleks olah raga terpadu di Hambalang senilai RP 2,5 trilyun. 

Alternatif jawaban lain yang lebih masuk logika, karena indeks tersebut disusun berdasarkan survei terhadap responden terutama dari kalangan pelaku-pelaku bisnis, analis, dan pakar suatu negara. Ketika pelaku bisnis mengalami langsung sulitnya mengurus perizinan tanpa uang, maka persepsi mereka akan kian menguatkan buruknya pelayanan publik selama ini. 

Transparency International memberikan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, bukan dengan duduk berdiskusi, tetapi dalam wujud nyata berupa kesepakatan untuk tidak korupsi atau suap. Menanamkan kembali nilai-nilai kejujuran dan kebersihan hati kepada generasi mendatang di tiap keluarga. Pemerintah juga harus bertanggung jawab secara transfaran atas belanja anggaran selain meningkatkan layanan publik menjadi lebih akuntabel. Terpenting dari semua itu, ungkap kasus korupsi dan tuntaskan agar tidak ada kasus yang menjadi beban sejarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar