Minggu, 09 Desember 2012

Peran Perempuan dalam Kancah Politik


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….     i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….........1
1.1     Latar Belakang……………………………………………………………..1
1.2     Rumusan Masalah………………………………………………………….2
1.3     Tujuan……………………………………………………………………... 2                      
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..3
2.1  Partisipasi Politik Perempuan……………………………………………….3
2.2 Kendala- Kendala Partisipasi Politik Perempuan…………………………...5
2.3 Upaya Peningkatan Partisipasi Politik Perempuan........................................ 7

BAB III PENUTUP.................................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 11
3.2 Saran.............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12









                                                                                                                        ii
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala  atas rahmat dan karunia-Nya serta kesempatan dan pemikiran yang telah diberikan kepada penyusun untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran Wanita dalam Kancah Politik Nasional” ini. Makalah ini disusun sebagai persyaratan untuk mengikuti Intermediate Traning(LK2) berdasarkan referensi yang sesuai dengan materi yang disajikan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman.Amin.
            Sebelumnya penyusun ingin berterima kasih kepada Panitia pelaksana Intermediate Traning(LK2).
            Penyusun berharap makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.

Sambas, 23 Desember 2012


                                                                                                                        Penyusun
           
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kehidupan politik yang berlangsung di suatu Negara sangatlah kompleks, mulai dari pembuatan keputusan, berfungsinya lembaga- lembaga politik, praktik praktik politik dan sebagainya.
Di era kontemporer terdapat kebutuhan yang pasti untuk mendefenisikan peran perempuan dalam arena sosial dan politik. Tampilnya perempuan di panggung politik Indonesia sudah terjadi sejak zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara. Perjuangan fisik melawan kolonialisme Belanda juga banyak tampil tokoh-tokoh perempuan. Beberapa diantaranya seperti Dewa Agung Istri Kaniya adalah tokoh perempuan yang memimpin perang Kusamba, di wilayah Kerajaan Klungkung Bali, yang dijuluki “wanita besi” dari Bali oleh pihak pemerintah Belanda. Cut Nyak Dien dan Cut Meutia dari Aceh, Marta Tehahahu dari Maluku, Emmy Saelan dari Sulawesi Selatan dll. Di Jawa Tengah R.A. Kartini dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan kesetaraan perempuan khususnya dalam bidang pendidikan. Di Jawa Barat nama Dewi Sartika dikenalsebagai tokoh yang juga bergerak dalam meningkatkan pendidikan perempuan. Keikutsertaan perempuan dalam perjuangan Bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, membebaskan bangsa dari penjajahan telah terpatri dalam berbagai dokumen bangsa ini.
Studi partisipasi politik bila dikaitkan dengan wanita, ini membawa implikasi bahwa wanita, ini  membawa wanita sebagai sosok yang patut diperhitungkan dan diteliti secara tersendiri atau diperlakukan sebagai actor atau subyek yang eksklusif dalam politik. Meningkatnya kepedulian terhadap partisipasi politik wanita menunjukan bahwa para ilmuwan dan para pengambil keputusan kini mulai menyadari bahwa persoalan mengenai pembangunan tidak terlepas dari peran wanita dalam segala aspek pembangunan.
Bertolak dari pemahaman terhadap pentingnya keterlibatan wanita sebagai sumberdaya yang potensial untuk mencapai tujuan nasional, maka studi tentang partisipasi politik wanita menjadi urgen untuk dibahas .

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah partisipasi politik  wanita di Indonesia?
2.      Faktor- faktor apakah yang mempengaruhi tingkat  partisipasi politik wanita?
3.      Bagaimanakah upaya untuk meningkatkan partisipasi politik wanita?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1.      Mengetahui bagaimana partisipasi politik wanita di Indonesia
2.      Mengindentifikasi dan mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik wanita
3.      Mengetahui upaya apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan partisipasi politik wanita





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Partisipasi Politik Perempuan
Berbicara tentang perem­puan dan politik, merupakan bahasan  yang menarik. Se­bab, peran politik perempuan dari perspektif  kalangan feminisme radikal adalah dimana terjadinya tran­sfor­masi total (kalau perlu, de­ngan sedikit pemaksaan) peran perempuan di ranah domestik ke ranah publik. Atau dalam bahasa popu­lernya, kesetaraan gender.
Keterlibatan wanita di kancah politik bukan hal yang baru. Dalam sejarah perjuangan kaum wanita, partisipasi wanita dalam pembangunan, telah banyak kemajuan dicapai terutama di bidang pendidikan, ekonomi, lembaga kenegaraan, dan pemerintahan.
Berbicara tentang partisipasi politik wanita, tentu saja kita tidak dapat menghindarkan diri dari diskusi tentang partisipasi politik menurut disiplin ilmu politik. Menurut Verba, Nie, dan Kim (1978:46, dalam Afan Gaffar, 1991) partisipasi politik adalah “legal activities by private citizens than more or less directly aimed at influence the selection of governmental personnel and/ or the action they take”.
Mely G. Tan (1992, dalam Yulfita, 1995:1) membedakan partisipasi politik dalam dua aspek, yaitu dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit yaitu berupa keikutsertaan dalam politik praktis dan aktif dalam segala kegiatannya; sedangkan dalam arti luas, berupa keikutsertaan secara aktif dalam kegiatan yang mempunyai kemampuan, kesempatan dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang mendasar yang menyangkut kehidupan orang banyak.
Dalam sebuah lingkungan nyata, konstribusi politik perempuan haruslah diletakkan dalam suatu cara bahwa aktivitas- aktivitas kolektif didasarkan atas sebuah kehendak bebas, sukarela, sadar, dan aktif. Inilah sebuah situasi ketika individu- individu masyarakat dan mengatur urusan- urusan social (baik langsung maupun tidak) serta membantu membentuk kehidupan masyarakat.
Dalam sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia, kita mengenal tokoh- tokoh seperti R.A Kartini, Dewi Sartika, Nyi Ageng Serang, dan sebagainya. Mereka memperjuangkan hak- hak wanita untuk dapat memperoleh pendidikan setara dengan pria. Di bidang lain ada wanita yang berjuang untuk merebut kemerdekaan seperti Cut Nyak Dien, Maria Tiahahu,Yolanda Marinis, dsb. Organisasi wanita telah lama ada sebelum kemerdekaan, bahkan pada tanggal 22 Desembar 1928 mereka mengadakan kongres I. Bahkan kini terdapat 66 unit organisasi wanita yang berhimpun dalam Kowani (Kongres Wanita Indonesia).
Secara UUD 1945 tidak membedakan laki- laki dan perempuan dan menjamin bagi warga negaranya persamaan hak dan kewajiban di bidang politik dan lainnya. Pada tahun 1978 persamaan hak, tanggung jawab, dan kesempatan tersebut ditekankan secara eksplisit di dalam GBHN. Kepedulian Indonesia terhadap persamaan hak ini juga tercermin dengan ikut sertanya menandatangani konvensi mengenai penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan pada tahun 1980 dan diretifikasi tahun 1984 melalui UU No.7 Tahun 1984.
Dalam segi Ideologi dan Hak Asasi Manusia,perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki mempunyai hak , kedudukan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesehatan,pendidikan,pekerjaan,hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran, hak untuk tidak disiksa, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak untuk berserikat, berorganisasi, berpolitik, dan berbagai hak universal yang dilindungi oleh hukum.Singkat kata semua hak yang dimiliki laki-laki tak ubahnya duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama, yang dijamin dan dilindungi oleh Negara.
Dalam konteks islam sendiri, perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama bahwa yang paling mulia disisi Allah ialah yang paling bertakwa. Perbedaannya dari sisi fisik saja, yaitu laki-laki lebih kuat daripada perempuan. Laki-laki kepala rumah tangga dan perempuan ibu rumah tangga. Meskipun beberapa ahli fikih menyatakan larangan total bagi aktivitas perempuan dalam wilayah ini: sementara, pada saat yang sama, selainnya menyisakan ruang bagi perubahan dalam aturan klasik ini, sebuah perubahan yang di dasarkan atas ruang dan waktu. Sejauh hukum syariat tidak mengingkari peran perempuan dalam masyarakat dan mendelegasikan mereka posisi yang netral, dan sejauh al qur’an dan sunah menyuarakan kesetaraan gender dalam ruang social, perempuan memilki hak untuk partisipasi dalam ruang politik. Perempuan bebas mengekspresikan pandangannya dan memberikan persetujuan atau kritiknya terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Hal ini berkesuaian dengan penerimaan mereka terhadap perintah al qur’an sebagai berikut:
Dan orang- orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah: 71).

2.2  Kendala- Kendala Partisipasi Politik Perempuan
Untuk dapat terlibat baik secara mental maupun emosi dalam segala aspek kegiatan politik tidaklah mudah melakukannya karena beberapa faktor. Kondisi wanita Indonesia yang dicapai sekarang ini terbentuk oleh adanya kendala yang menghambat partisipasi politiknya. Kendala pokok yang seringkali dipergunakan sebagai alasan lemahnya partisipasi politik wanita, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: hambatan internal dan eksternal.
Hambatan internal, pertama: kurangnya kesadaran sebagian besar perempuan  untuk berkiprah dan berpartisipasi dalam kegiatan politik. Kurangnya kesadaran ini dikarenakan sosio-kultural mereka yang belum memungkinkan bisa aktif menyuarakan, dan menyampaikan keinginan- keinginan di bidang politik. Kedua: aktivitas politik dianggap tidak layak untuk perempuan, karena sifat- sifatnya yang berjauhan dari citra untuk wanita. Dunia politik dianggap “keras”, “kotor”, “main kayu”, dan penuh muslihat sehingga dianggap tidak cocok untuk citra wanita. Pandangan ini membuat dunia politik itu bias laki- laki, bahkan dianggap tabu untuk wanita. Konsekuensi lebih lanjut wanita menjadi enggan memasukinya. Wanita menjadi pasif dalam berpolitik. Ketiga: lingkungan social budaya yang kurang mendukung pengembangan potensi wanita, antara lain wawasan orang tua, adat, penafsiran terhadap ajaran agama yang tidak tepat, tingkat pendapatan keluarga, dan system pendidikan yang diskriminatif. Masih lekatnya budaya tradisional dan kecilnya akses wanita pada penguasaan factor social ekonomi, menyebabkan terbentuknya image dalam diri wanita bahwa memang sewajarnya mereka berada di belakang pria.
Dominasi budaya patriar­khi seolah memberi garisan tegas bahwa antara perem­puan dan politik, meru­pakan dua dunia yang berbeda dan tidak dapat bersinergi satu dengan yang lainnya. Dunianya perempuan adalah di rumah yang meli­puti wila­yah do­mestik, mengurus anak – anak dengan segala tetek bengeknya dan kalaupun berkarir di luar rumah maka pekerjaan/karir bukanlah hal yang utama. Perempuan diha­ruskan siap memainkan peran ganda, sebagai ibu dan perem­puan bekerja. Sedangkan politik adalah tempat yang cocok bagi laki – laki karena penuh dengan intrik – intrik berba­haya, terlihat macho, penuh manuver  serta identik dengan uang dan kekuasaan.
Dalam pandangan Walby, meskipun sudah terdapat banyak pencapaian kaum wanita terhadap hak-hak sipil mereka misalnya hak mendapatkan pekerjaan, kemudahan bercerai, tunjangan bagi kaum wanita non-pekerja,sensor pornografi, kemudahan mendapatkan alat kontrasepsi dan aborsi, serta hokum yang memudahkan bagi kaum wanita untuk meninggalkan kaum pria yang melakukan kekerasan-tetap saja bersifat patriarchal,sebagaimana halnya dengan kapitalis dan rasis. Kebijakan-kebijakan negara belum lama diarahkan pada upaya untuk meyakinkan kaum wanita akan ranah privat dari rumah,dengan sedikit upaya yang nyata untuk memajukan posisi kaum wanita diranah public.Kaum wanita masih sedikit mendapatkan mendapatkan upah dibanding kaum pria dan peluang yang sama dalam legislasi sering tidak diperkuatkan.Kaum wanita dalam keluarga orang tua tunggal memperoleh sedikit manfaat dari negara dan kaum wanita masih disakiti dengan ketersediaan pornografi yang semakin besar dimasyarakat.
Kendala eksternal menurut Afan Gaffar (1991:25) antara lain dari birokrasi yang paternalistic, pola pembangunan ekonomi dan politik yang kurang seimbang dan kurang berfungsinya partai politik.

2.3  Upaya Peningkatan Partisipasi Politik Perempuan
Untuk mendorong peningkatan dalam partisipasi politik perempuan, perlu pemahaman dan analisis secara menyeluruh sehingga dihasilkan suatu rekomendasi kebijaksanaan yang tepat.
Pertama, harus dimulai pendidikan dari keluarga, bahwa berkiprah serta berpartisipasi di dunia pillitik adalah salah satu bagian yang penting untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negara.
Kedua, anak perempuan yang mengikuti pendidikan sejak disekolah menengah sampai Universitas, sebaiknya didorong untuk aktif mengikuti organisasi seperti OSIS, BEM, dan organisasi ekstra universiter seperti HMI, GMNI, organisasi pemuda seperti KNPI, dan organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, NU, dan lain-lain.Maka berarti secara sadar kaum perempuan telah mempersiapkan diri menjadi pemimpin. Sekarang ini, perempuan yang banyak berkiprah di dunia politik adalah mereka yang sejak menjadi pelajar dan mahasiswa telah aktif diberbagai organisasi pelajar, dan organisasi kemahasiswaan.
Ketiga, melakukan advokasi terhadap kaum perempuan supaya terpanggil untuk berpartisipasi dalam kancah politik.
Keempat, mempersiapkan anak-anak perempuan sejak dini untuk terpanggil dan tertantang memasuki dunia politik. Dengan cara ini, maka dimasa depan akan semakin banyak perempuan yang berkiprah dan berpartisipasi dalam kancah politik.
Kelima, memberi pencerahan, penyadaran dan dorongan kepada kaum perempuan supaya dalam berbagai kegiatan politik seperti berpartisipasi dalam kampanye, pemilih, menjadi calon legislative, calon Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Walkil Walikota,Bupati/Wakil Bupati, dan lain sebagainya.
 Beberapa peluang bagi perempuan untuk dapat meningkatkan kualitas perannya dibidang politik antara lain:
1.      Pasal 17 dan 21 UUD 1945;
2.      GBHN yang sejak tahun 1978;
3.      Konferensi-konferensi wanita se-dunia.
Peluang-peluang yang mendukung tersebut,Kaum perempuan sebenarnnya mempunyai peluang dan kesempatan yang besar untuk bisa berkiprah dan berpartisipasi dalam dunia politik. Meskipun memang pada akhirnya akan dikembalikan kepada wanita untuk memanfaatkannya atau tidak. Di era Orde Reformasi, peluang perempuan semakin terbuka untuk menjadi pemain, bukan lagi sekedar partisipan pasif. Setidaknya, ada empat factor yang memberikan harapan terbukanya peluang kepada kaum perempuan untuk meningkatkan perannya di dunia politik.
Pertama, semakin banyak perempuan yang berpendidikan dan memiliki kesadaran pentingnya perempuan terjun ke dunia politik untuk berpartisipasi membangun Indonesia yang maju dan sejahtera.
Kedua, tren politik nasional di era Orde Reformasi yang member alokasi 30 persen kepada kaum perempuan untuk menjadi calon anggota legislative.
Ketiga, mengingat besarnya potensi yang ada pada wanita Indonesia yang secara kuantitas lebih besar daripada pria,maka sewajarnyalah bila peluang dan potensi tersebut tidak disia-siakan.
Wanita dalam pengembangan kiprahnya sebagai warga negara, mempunyai harapan sebagai pemilik masa depan bangsa, yang secara fungsional harus mampu menempatkan diri sebagai pemimpin tenaga pembaharu,dinamisator dan katalisator untuk pembangunan nasional. Oleh karena itu wanita dalam menghadapi tantangan abad XXI, harus mampu membekali dirinya dengan ilmu, teknologi dan berbagai macam kemampuan dan keterampilan di berbagai bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, social dan budaya bangsanya.
Upaya untuk mengentaskan ketidakberdayaan wanita yang berkaitan dengan kualitas perannya dibidang politik, yang pertama adalah menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita di pentas politik untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Hal tersebut tidak hanya selaras dengan tujuan pembangunan nasional, tetapi juga karena jumlah wanita Indonesia adalah separo jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu sangatlah wajar bila ada wakil yang dapat menyuarakan aspirasi politik mereka.
Peran wanita Indonesia di pentas politik sudah waktunya mendapat porsi yang proporsional. Seyogyanya tidak ada lagi ucapan yang meragukan kemampuannya untuk tampil di pentas politik, oleh karena itu harus ada gerakan yang mendorong wujudnya kebijakan pemerintah yang memiliki kepekaan gender.
Untuk mencapai keberhasilan gerakan tersebut, memerlukan akses wanita terhadap pembuatan keputusan nasional. Hal tersebut sesuai pernyataan Senator Leticia Ramos Shahani, ketua delegasi Philipina pada konferensi ke-empat PBB mengenai wanita bahwa”akses terhadap pembuatan keputusan sangatlah penting bagi siapapun yang menghendaki reformasi untuk memasukan dunia politik bagi wanita.” ( Angkatan Bersenjata, 14 September 1995).
Mengingat masih kecilnya akses tersebut dan masih banyaknya prasangka di dunia yang menghalangi pemilihan wanita sebagai anggota parlemen, maka menurut Chris Fletchher anggota parlemen Selandia Baru mangatakan bahwa Panggung Aksi Konferensi Ke- empat PBB mengenai wanita bulan September 1995, harus mendesak pemerintah agar bersedia menyisihkan sedikitnya 50% kursi di parlemen bagi wanita pada tahun 2005.
Dari sisi keberanian wanita, perlu adanya penyadaran terhadap wanita bahwa pola structural hubungan laki- laki dan perempuan yang terbangun selama ini harus dirombak. Kaum wanita harus sadar akan hak asasinya, sehingga pola pemikiran dominasi laki- laki yang selama ini mengakar dalam kehidupannya perlu dirubah, dan diwujudkan dalam kemitrasejajaran.
Upaya menuju ke arah cita- cita kesetaraan ini memang tidak mudah, bahkan rumit. Upaya tersebut memerlukan keterlibatan semua pihak yakni kaum wanita sendiri, kaum laki- laki, dan unsur- unsur kebijakan nasional yang berwawasan gender. Proses penyadaran harus dilakukan secara simultan di kalangan baik laki- laki maupun perempuan.



BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.  Potensi sumberdaya wanita Indonesia sangatlah besar dan merupakan asset bangsa yang tak ternilai harganya yang perlu dibina, dikembangkan dan diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki sebagai subjek dan obyek pembangunan.
b. Secara yuridis formal Indonesia tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam bidang politik. Namun karena kendala baik yang bersumber dari intern wanita itu sendiri maupun factor eksternal, maka partisipasi politik wanita dalam pertumbuhannya jauh lebih rendah dibanding partisipasi politik laki-laki.
c.  Peningkatan partisipasi politik wanita dapat diupayakan melalui pemanfaatan peluang yang ada, baik yang sudah diatur dalam GBHN maupun lembaga-lembaga tingkat internasional yang menangani masalah wanita. Disamping itu perlu adanya redefinisi,reorientasi, dan revitalisasi pendididikan politik agar lebih kondusif bagi pembinaan,pertumbuhan dan peningkatan partisipasi politik bagi wanita pada khususnya dan semua negara pada umumnya.
3.2     Saran
Dalam upaya peningkatan Kaum perempuan harus mempersiapkan diri dengan terus- menerus meningkatkan kualitas individu dalam ilmu pengetahuan, kemampuan berorganisasi dan memimpin, sehingga memberi keyakinan kepada orang banyak bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas (kecakapan), dan kapabilitas (kemampuan) untuk menjadi pemimpin.

    



Daftar Pustaka

Mahmudin,Menemukan Kebenaran Islam.Gava Media,Cetakan Pertama 2006.
Daftary,Farhad,Tradisi-Tradisi Intelektual.Jakarta,Erlangga,2001.
Akbar S.Ahmed,Citra Muslim.Jakarta,Erlangga,1990.
Roger M.Keesing,Antropologi Budaya.Jakarta,Erlangga,1981.
Rosalind Horton dan Sally Simons,Wanita-wanita yang Mengubah Dunia.Jakarta,Erlangga.2009.
Husein Hakeem Ali, Membela Perempuan.Jakarta, Al-Huda.2005.
Al-Mubarakfuri Shafiyurrahman,Islam dan Partai Politik. Jakarta, Pustaka at- Tazkia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar